Terinspirasi Oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Pada Perkuliahan ke-4 Tanggal 9 Oktober 2014
Filsafat mencakup Yang Ada dan Yang Mungkin Ada. Sifat dari yang ada yaitu banyak sekali (invinite) diantaranya bersifat tetap (Permenides) atau yang bersifat berubah (Heraklitos), yang ada itu bisa satu (monoisme), dua (dualisme) atau banyak (pluralisme). Hasil
pemikiran bersifat tetap karena ada dalam pikiran manusia misalnya sekali umat tetap umat, tidak bisa berubah. Sekali batu tetap
batu, sekali hidup tetap hidup, sekali manusia tetap manusia, sekali pikiran ya
tetap pikiran, tidak bisa berubah. Sekali sifat ya sifat, sekali subyek ya
subyek, tidak bisa berubah. Inilah yang disebut hukum identitas.Hasil pemikiran bersifat berubah yaitu semua yang di dunia ini
tidak ada yang tetap, semua mengalami perubahan. Sesuai dengan hukumnya yaitu
aku tidak bisa menyebut diriku (aku tidak sama dengan aku) itu di dunia.
Berbeda dengan yang tetap/identitas yaitu aku sama dengan diriku (aku sama dengan
aku). Maka semua kebenaran sejatinya hanya ada di dalam pikiran. Karena dalam
yang nyata aku yang tadi tidak sama dengan aku yang sekarang. Hubungannya
dengan matematika, maka kebenarannya pun hanya ada di dalam pikiran,
jikalau diucapkan atau ditulis maka semua matematika itupun menjadi salah. Yang
bisa menjadi Aku = Aku hanyalah Tuhan Sang Pencipta alam semesta saja yang lain
tidak bisa. Karena kita manusia, tidak bisa menyebut aku sama dengan diriku,
maka hukumnya adalah kontradiksi. Jadi, dalam filsafat ada dua hukum, hukum identitas dan hukum kontradiksi.
Sifat tetap
atau yang disebut dengan istilah Permenides diyakini oleh tokoh Plato, yang
menyebutkan bahwa hakekat yang ada adalah yang ada di dalam pikiran. Menurut
Plato, kebenaran umum (definisi) itu bukan dibuat dengan cara dialog yang
induktif, tetapi pengertian umum itu sudah tersedia di alam idea. Aliran yang
dianut Plato ini dinamakan aliran idealisme.Kata idealisme diambil
dari kata ide. Idealisme menyatakan bahwa segala sesuatu sudah ada dalam pikiran, sedangkan materi atau lainnya adalah contoh atau sampingan melainkan semuanya berasal dari pikiran.
Sifat berubah atau
yang disebut dengan istilah heraclitos diyakini oleh tokoh Aristoteles, yang
menyebutkan bahwa hakekat yang ada adalah yang ada di luar pikiran. Aristoteles mengemukakan bahwa hakekat yang ada dibentuk dari luar pikiran atau kenyataan, sehingga aliran Aristoteles dinamakan aliran Realisme.Dalam pemikiran filsafat, realisme
berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun
gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan
sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme.
Sesuatu yang tetap itu bersifat analitik, yang berubah bersifat sintetik. Analitik hukumnya identitas, Analitik itu bersifat a priori, sedang yang sintetik bersifat a posteriori. Jika di dalam pikiran itu artinya memakai rasio, maka muncul aliran rasionalisme. Rasionalisme itu sejalan dengan Permenides. Tokoh rasionalisme adalah Rene Descartes. Yang berubah itu diluar pikiran adalah pengalaman, maka muncul aliran empirisisme. Tokohnya adalah David Humme. Rene Descartes mengatakan tiadalah ilmu jika tanpa rasio. Sedangkan sebaliknya, menurut David Humme tiadalah ilmu jika tidak ada pengalaman. Masing-masing paham ini mempunyai pengikut. Aspek dari rasionalisme yaitu ragu-ragu (filsafatnya skeptisisme) dan konsisten (filsafatnya koherentisme). Sedangkan aspek dari empirisisme adalah metode penemuan (scientificisme) dan korespondensianisme.
Kemudian muncul tokoh yang netral yaitu Immanuel Kant, Immanuel kant mengambil jalan tengah yaitu memadukan dan mengemukakan bahwa Analitik dan a posteriori itu beda hakekat, kalau analitik itu identitas,
berarti mestinya dia bisa memikirkannya walupun belum mempunyai pengalaman akan
hal itu. Padahal analitik a posteriori artinya tidak mampu memikirkan karena
belum punya pengalaman. Berarti tidak mungkin. Sintetik dan a priori, sintetik
itu dari peristiwa satu ke peristiwa berikutnya, a priori itu dipikirkan,
inilah Immanuel Kant. .Sintetik yang bersifat kontradiksi karena dari pengalaman satu ke pengalaman yang lain, maka
diperoleh pengetahuan disebut intuitif, dan lahirlah intusionisme. Dari intuisi
berdasarkan pengalaman maka terbentuklah kategori dan lahirlah filsafat kategorisisme. Kategori adalah
cikal bakal logika. Jadi logika itu ada kaitannya dengan pengalaman, dengan
logika manusia kemudian bisa mencari pengalaman berikutnya, demikian
seterusnya. Inilah yang disebut metode hermenetika.
Logika adalah bersifat formal, maka lahirlah filsafat formalisme. Matematika juga
formal, maka matematika bersifat aksiomatik atau dalil. Matematika yang bersifat
aksiomatik adalah matematika murni atau formal atau matematika pada perguruan
tinggi. Berbeda dengan matematika untuk anak-anak. Kalau matematika untuk
perguruan tinggi diberikan pada anak-anak maka akan membuat matematika itu
sangat dibenci anak muda karena begitu sulit untuk dicerna.Sesuatu yang tetap itu bersifat analitik, yang berubah bersifat sintetik. Analitik hukumnya identitas, Analitik itu bersifat a priori, sedang yang sintetik bersifat a posteriori. Jika di dalam pikiran itu artinya memakai rasio, maka muncul aliran rasionalisme. Rasionalisme itu sejalan dengan Permenides. Tokoh rasionalisme adalah Rene Descartes. Yang berubah itu diluar pikiran adalah pengalaman, maka muncul aliran empirisisme. Tokohnya adalah David Humme. Rene Descartes mengatakan tiadalah ilmu jika tanpa rasio. Sedangkan sebaliknya, menurut David Humme tiadalah ilmu jika tidak ada pengalaman. Masing-masing paham ini mempunyai pengikut. Aspek dari rasionalisme yaitu ragu-ragu (filsafatnya skeptisisme) dan konsisten (filsafatnya koherentisme). Sedangkan aspek dari empirisisme adalah metode penemuan (scientificisme) dan korespondensianisme.
Hakekat manusia yang diharapkan adalah sesuai dengan tatanan
yaitu mulai dari yang paling bawah material, formal, normatif, hingga
spiritual. Namun, pada kenyataanya masa kontemporer tidak seperti itu. Secara
sosiologis tahapan perkembangan manusia dari yang paling bawah dimulai dari
Archaic atau jaman manusia batu/purba. Di atasnya ada Tribal, manusia pada
jaman ini sudah punya peralatan untuk menyokong kehidupannya, misalkan tombak.
Kemudian di atas tribal ada tradisional. Tradisional itu manusia-manusia di
jaman yang belum mengenal teknologi, belum mengenal komputer, handphone, dll.
Tradisional kalau sudah dikuasai oleh motif, namanya feodal/kerajaan. Pada
jaman feodal sudah ada teknologi, tapi teknologi tersebut yang menguasai orang,
teknologi menguasai masyarakat, teknologi menguasai bangsa maka muncullah
feodalisme. Di atas feodal muncullah modern. Di dalam filsafat modern itu
muncul pada zaman sebelum ada paham Descartes. Yaitu zaman yang disebut abad
gelap. Abad gelap didominasi oleh gereja, yaitu tidak boleh seseorang mengklaim
kebenaran kecuali atas restu gereja. Maka muncullah Coppernicus yang melahirkan
filsafat coppernicusian. Kemudian muncul Galileo Galilei, Bruno.
Coppernicus menggulingkan pendapat gereja yang mengatakan bahwa bumi merupakan
pusat tata surya atau Geocentrisisme,
menurut coppernicus mataharilah yang merupakan pusat tata surya sehingga muncullah Heliocentrisisme. Setelah jaman modern, muncullah post modern. Setelah post
modern ada post post modern. Jaman kontemporer sekarang yang disebut jaman post
post modern atau yang disebut PowerNow Filsafatnya meliputi Kapitalisme, utilitarian, Pragmatisme, materialisme, headonisme dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar